Nama : Andre William
Kelas : 3EA25
NPM : 10211783
1. Set Strategy
Hal yang pertama kali harus dilakukan adalah menyusun suatu strategi
dengan berpegang pada suatu prinsip, yaitu bagaimana memudahkan konsumen
dalam melakukan bisnis dengan perusahaan. Perlu diperhatikan, bahwa
konsumenlah yang akan menjadi sumber pendapatan perusahaan karena
merekalah yang akan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Perusahaan harus memastikan bahwa cara berbisnis yang ditawarkan tidak
merepotkan atau menyilitkan mereka, sebaliknya justru mempermudah mereka
dalam mendapatkan produk atau jasa yang dibutuhkan. Jalan yang paling
mudah untuk mulai membangun strategi perdagangan melalui dunia maya
yaitu dengan cara berempati, yaitu berfikir seperti layaknya seorang
konsumen. Paling tida ada 5 (lima) “syarat” konsumen yang harus selalu
diperhatikan dan dipenuhi, yaitu masing-masing:
“Don’t Waste Our Time” – yang memiliki arti bahwa perusahaan harus
menerapkan mekanisme perdagangan yang cepat dan tidak membuang-buang
waktu berharga konsumen. Contohnya, jika ingin menerapkan pembayaran
melalui website, harus dipastikan bahwa mekanisme pengisian formulir dan
pembayaran dapat dilakukan dengan cepat. Dengan kata lain, rangkaian
aktivitas mulai dari pemilihan produk atau jasa sampai dengan proses
distribusi, harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, dilihat
dari perspektif konsumen.
“Remember Who We Are” – merupakan suatu prinsip dimana perusahaan harus
memberikan perhatian yang cukup kepada konsumen yang dilayaninya,
terutama mereka yang telah pernah melakukan transaksi sebelumnya dengan
perusahaan. Peran sistem basis data konsumen sangat menentukan di sini,
dimana perusahaan harus mengetahui karakteristik masing-masing
konsumennya sehingga tahu betul cara melayani mereka.
“Make It Easy for Us to Order and Procure Service” – mengandung makna
bahwa selain cepat, proses pemesanan dan pembelian barang pun harus
dapat dilakukan secara mudah, dan tidak bertele-tele. Harap diperhatikan
bahwa dengan menggunakan teknologi informasi, belum tentu semuanya
dapat berjalan dengan cepat dan sederhana, karena untuk barang-barang
yang bersifat fisik (tidak dapat didigitalisasi), proses pengiriman atau
distribusi secara fisik tetap dilakukan, sehingga jarang justru akan
melibatkan proses-proses manual (konvensional). Contohnya adalah
pengiriman buku dari luar negeri ke dalam negeri yang harus tertahan di
kantor pos karena si pemesan harus membayar pajak tambahan terlebih
dahulu, dan mengambil barangnya di kantor pos.
“Make Sure Your Service Delight Us” – menekankan bahwa perlunya
perusahaan untuk selalu memuaskan konsumen dilihat dari segi pelayanan
(customer service) yang diberikan. Ada pepatah mengatakan bahwa ‘good
service is proactive service’, yang berarti bahwa perusahaan jangan
selalu beranggapan bahwa semuanya telah dan akan berjalan dengan baik.
Manajemen harus dapat mengantisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi
dan menimpa konsumennya. Misalnya adalah pengiriman paket yang mungkin
lebih lambat dari jadwal yang telah dijanjikan. Terhadap berbagai hal
yang mungkin terjadi ini, perusahaan harus memiliki ‘senjata’ untuk
dapat mengembalikan kekecawaan konsumen karena adanya hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi tersebut.
“Customize Your Products and Service for Me” – adalah sebuah hal yang
secara teknis telah mungkin dilakukan pada saat ini, yaitu perusahaan
dapat menciptakan dan menjual produk atau jasa yang unik terhadap
kebutuhan spesifik konsumen tertentu. Misalnya adalah seorang konsumen
yang menetapkan sendiri kriteria pesawat dan hotel yang ingin
dipergunakannya selama bepergian ke luar kota. Tentu saja perusahan
perlu mengadakan kajian terhadap kemungkinan dapat dipenuhinya kebutuhan
tersebut, mengingat besarnya investasi yang kerap harus dikeluarkan
untuk dapat memberikan pelayanan seperti ini.
2. Focus on the End-Customer
Setiap proses bisnis pasti memiliki konsumen yang secara langsung maupun
tidak langsung “menkonsumsi” produk atau jasa yang ditawarkan. Pada
tahapan ini, adalah penting bagi perusahaan untuk mengkaji dan
mendefinisikan siapa sebenarnya konsumen lansung (end-customer) dari
produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini perlu dilakukan menimbang
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pada akhirnya, merekalah yang akan menikmati atau mengkonsumsi produk
tersebut, bukan para distributor atau retailer. Jika terjadi kesalahan
mekanisme bisnis pada salah satu titik distribusi tersebut yang
menyebabkan konsumen tidak puas (misalnya kesalahan dalam proses
‘handling’ sehingga produk menjadi cacat), maka perusahaan-lah yang akan
terkena dampaknya. Oleh karena itu, adalah langkah yang tepat untuk
selalu memperhatikan dengan seksama perilaku dan penilaian end-customer
terhadap kualitas produk dan pelayanan yang diberikan.
Di dalam dunia maya, terjadi fenomena yang disebut sebagai
“disintermediation”, dimana dengan adanya internet memungkinkan
terjadinya proses perdagangan langsung antara pihak pencipta produk
dengan end-customer-nya, tanpa harus melalui perusahaan-perusahaan
“broker” lainnya. Tentu saja, hal ini akan menekan biaya distribusi
sehingga secara langsung akan berdampak pada harga produk atau jasa yang
ditawarkan. Jika end-customer menyadari hal ini, maka mereka tentu saja
akan memilih untuk berbisnis langsung dengan perusahaan pencipta produk
tanpa harus melalui perantara lainnya.
Langkah mengetahui end-customer juga dapat dipergunakan untuk
memperhatikan basis komunitas konsumen yang terbentuk sehingga
perusahaan dapat dengan mudah memfokusikan dirinya pada segmen tersebut.
Disamping itu, dengan mengetahui karakteristik end-customer, perusahaan
juga dapat melakukan “bargaining” terhadap distributor atau retailer
yang memiliki basis komunitas konsumen yang besar dan baik.
Pertimbangan terakhir adalah kenyataan bahwa yang memegang uang untuk
membayar produk atau jasa yang ditawarkan adalah end-customer, sehingga
merekalah yang secara prinsip harus dijaga kepuasan dan loyalitasnya.
3.Redesigning Customer-Focus Business Process
Ketika konsep Business Process Reengineering (BPR) diperkenalkan sejalan
dengan perkembangan teknologi informasi, banyak perusahaan yang mulai
melakukan rancang ulang terhadap proses dan aktivitas internalnya agar
tercipta suatu alur yang efisien (cheaper, better, and faster). Hanya
saja ada kesalahan prinsip yang sering dilakukan, yaitu dimulainya
melakukan proses perancangan dari dalam ke luar (from inside to
outside), padahal tujuan akhir dari perubahan proses bisnis tersebut
adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, yang notabene berada di
luar perusahaan (eksternal). Proses perancangan ulang yang benar adalah
dengan memualinya dari aktivitas terluar, yaitu yang menghubungkan
perusahaan dengan konsumennya (customer focus business process). Dengan
selalu beranggapan bahwa “customer is a king”, perusahaan berusaha
mencari tahu dahulu hal-hal apa saja yang menjadi tuntutan konsumen
terhadap cara-cara atau mekanisme perusahaan dalam melakukan perdagangan
melalui internet, barulah manajemen menentukan proses bisnis yang
sesuai yang harus dilakukan secara internal untuk mendukung kebutuhan
tersebut. Proses ini dinamakan sebagai “Redesigning Processes from the
Outside In). Dalam kerangka manajemen e-commerce akan terlihat bagaimana
perusahaan akan melakukan “streamlining” terhadap beberapa proses
berikut secara berurutan:
1. Customer Service Business Process (Virtual Market)
2. Internal Supply Chain Management
3. Vendors and Suppliers Management
4. Wire Company for Profit
Setelah proses bisnis selesai dirancang ulang untuk menyesuaikan dengan
karakteristik bertransaksi di dunia maya, langkah selanjutnya adalah
mempersiapkan infrastruktur perusahaan untuk memungkinkan terjadinya
mekanisme bisnis yang diinginkan. Yang paling penting untuk dikathui di
sini adalah bagaimana mentransformasikan kebutuhan bisnis dengan
spesifikasi teknologi informasi yang ada (business and information
technology alignment). Ada 4 (empat) “bahasa” yang dapat dipergunakan
untuk menjembatani gap yang biasa terjadi antara sisi bisnis (demand)
dengan sisi teknologi (supply), yaitu sebagai berikut:
-Customer Profiles – merupakan karakteristik konsumen beserta
perilakunya yang akan sangat menentukan tipe aplikasi yang cocok
dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan mekanisme perdagangan.
Sistem antarmuka (user interface) merupakan kunci dari efektivitasnya
sebuah situs e-commerce dalam merangsang konsumen untuk melakukan
transaksi melalui internet.
-Business Rules – dimana merupakan pengejawantahan dari kebijakan
perusahaan (company policy) dalam melakukan mekanisme bisnis dan
perdagangan. Aturan-aturan ini secara implisit maupun eksplisit harus
dapat didefinisikan dengan jelas sehingga pihak perancang teknologi
informasi dapat menentukan sistem yang sesuai dengan kebutuhan tersebut
dan dapat memimikkan aturan-aturan proses yang berlaku. Termasuk dalam
kategori ini adalah mekanisme jual beli, aturan perpajakan, cara
penentuan harga, fasilitas pemotongan (discount), dan lain sebagainya.
-Business Events – adalah kumpulan dari aktivitas utama yang biasa
dilakukan oleh pihak-pihak terkait (stakeholders) dalam perusahaan
maupun oleh rekanan bisnis atau konsumen. Misalnya adalah transfer uang
dari rekening bank ke perusahaan, penanganan keluhan konsumen, pembuatan
laporan berkala perusahaan, permintaan informasi oleh pelanggan, dan
lain sebagainya.
-Business Objects - yang pada dasarnya adalah kumpulan dari
entiti-entiti bisnis, baik secara fisik maupun abstrak, yang ditemui di
dalam aktivitas sehari-hari dan menjadi subjek maupun objek dalam proses
perdagangan. Contohnya adalah: pelanggan, pemasok, uang, peralatan,
kertas, buku, dan lain-lain. Pengkajian terhadap objek yang relevan
dengan bisnis perusahaan sangat penting karena pengembangan aplikasi
e-commerce menggunakan prinsip-prinsip “component based development
system” yang merupakan konsep pemrograman berbasis objek.
5. Foster Customer Loyalty
Langkah yang terakhir adalah berusaha untuk membuat konsumen loyal
terhadap perusahaan e-commerce yang ada, hanya karena dengan loyalitas
mereka sajalah maka profitabilitas usaha dapat tercapai. Prinsip-prinsip
profitabilitas yang dapat dicapai dengan cara memelihara loyalitas
konsumen adalah sebagai berikut:
-Base Revenue – dimana perusahaan harus memiliki model bisnis (business
model) yang menjamin adanya pemasukan (cash-in) bagi perusahaan paling
tidak untuk mempertahankannya tetap eksis di internet (operational
cost). Jika sumber pendapatan ini dapat secara konvensional diterima
oleh perusahaan sesuai dengan siklus keuangan yang dibutuhkan, maka
perusahaan telah berada dalam posisi yang aman.
-Growth – setelah sumber dasar pendapatan secara aman telah diperoleh,
maka tibalah saatnya perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga
dapat tumbuh menjadi lebih besar. Cara termudah adalah dengan berusaha
meningkatkan jumlah konsumen atau dengan menawarkan produk/jasa baru
kepada konsumen yang sudah ada.
-Referral – jika konsumen atau pelanggan tetap merasa puas dengan
fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, maka mereka akan
memberitahukannya dengan calon konsumen lain. Teknik pemasaran “dari
mulut ke mulut” ini terbukti masih menjadi cara yang paling efektif
untuk mendapatkan pelanggan di dunia maya, sehingga secara cepat dan
pasti perusahaan akan terus mendapatkan pelanggan baru.
-Price Premium – teknik terakhir yang dapat dipakai untuk meningkatkan
pendapatan adalah dengan menerapkan sistem penerapan harga yang berbeda
untuk masing-masing konsumen (price discrimination). Kenyataan bahwa
konsumen yang loyal biasanya mau mengeluarkan biaya yang lebih besar
untuk membeli suatu produk atau jasa dibandingkan dengan konsumen baru
merupakan peluang bagi perusahaan untuk memberlakukan harga khusus
(price premium) bagi mereka.
sumber:
http://yurindra.wordpress.com/e-commerce/lima-langkah-sukses-bisnis-e-commerce/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar